Container Icon

KH. AHMAD DAHLAN, PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM, PEMIKIRAN SOSIAL KEISLAMAN DAN PEMBAHARUAN ISLAM

KH. AHMAD DAHLAN: PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM, PEMIKIRAN SOSIAL KEISLAMAN, DAN
PEMBAHARUAN ISLAM





BAB I
PENDAHULUAN


1.1.            Latar Belakang
Sistem pendidikan merupakan rangkaian dari sub sistem atau unsur-unsur pendidikan yang saling terkait dalam mewujudkan keberhasilannya. Ada tujuan, kurikulum, materi, metode, pendidik, peserta didik, sarana, alat, pendekatan, dan sebagainya. Pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, tetapi juga pembentukan kepribadian seseorang yang terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit.
Dalam konteks system pendidikan islam, wahyu bisa digunakan sebagai cermin. Dengan wahyu kita dapat mengetahui kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam penerapan pendidikan. Dengan wahyu pula kita dapat menemukan cara-cara untuk mengatasi kesalahan itu, seperti berusaha mewarnai pengetahuan dengan nilai-nilai Islam.
Dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsipal diletakkan pada dasar-dasar ajaran islam dn seluruh perangkat kebudayaannya. Dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan islam yang pertama dan utama tentu saja adalah al-Qur’an dan Sunnah. Al-Qur’an misalnya memberikan prinsip yang sangat penting bagi pendidikan, yaitu kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia, serta memelihara kebutuhan sosial.[1]
Karakteristik pertama pendidikan islam adalah penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Alla SWT. Setiap penganut Islam diwajibkan mencari ilmu pengetahuan untuk dipahami secara mendalam yang dalam taraf selanjutnya dikembangkan dalam rangka ibadah guna kemashlahatan umat manusia.[2]
Pencarian, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan diterapkan oleh seorang tokoh islam yang sangat berpengaruh pada abad 20, yaitu KH. Ahmad Dahlan. Berbekal ilmu agama yang ia kuasai dan ide-ide pembaru dari Timur Tengah, KH. Ahmad Dahlan mencoba menerapkannya di bumi Nusantara.

1.2.            Rumusan Masalah
KH. Ahmad Dahlan adalah seorang yang mencari ilmu, menguasainya dan mengamalkan ilmu-ilmu agama yang sudah diperolehnya di Mekah kepada masyarakat melalui dakwah, ia juga memiliki gagasan-gagasan pembaru yang memunculkan inisiatif untuk ditumbuhkembangkan di bumi Indonesia. Oleh karennya makalah ini merumuskan beberapa persoalan terkait dakwah yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan, yaitu:
1.      Mengetahui profil KH. Ahmad Dahlan
2.      Mengetahui pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan, pemikiran social keislamannya, serta pembaharuannya
3.      Mengetahui perkembangan organisasi yang dibangun oleh KH. Ahmad Dahlan


BAB II
RIWAYAT HIDUP


2.1.      Profil KH. Ahmad Dahlan
Kiyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis lahir di Yogyakarta, pada tanggal 1 Agustus 1868, meninggal di Yogykarta pada tanggal 23 Februari 1923 pada usia 54 tahun dan dimakamkan di KarangKajen. Ia adalah seorang pahlawan Nasional Indonesia. KH. Ahmad Dahlan adalah putra keempat dari tujuh bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. dari keluarga KH. Abu Bakar yang seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari KH. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu pula.[3]
Ketika lahir, KH. Abu Bakar memberi nama si anak dengan Muhammad Darwis yang kemudian menjadi Ahmad Dahlan setelah ia kembali dari Mekah. Diusia balita, Darwis sudah diperkenalkan dengan pendidikan agama. Yang pertama kali menggemblengnya adalah ayahnya sendiri, lalu para kiyai di sekitar Yogyakarta.[4]
KH. Ahmad Dahlan termasuk keturunan yang ke-12 dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka diantara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran islam di jawa[5]. Silsilahnya ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishq, Maulana ‘Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djuru Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).[6]
Sebagaimana umumnya anak-anak kyai, KH. Ahmad Dahlan belajar ilmu-ilmu agama dan bahasa arab. Dengan bekal bahasa arab dan ilmu-ilmu agama yang diperolehnya di Yogyakarta itu, pada usia 15 tahun ia menunaikan ibadah haji pada tahun 1888 dan tinggal di Mekkah selama 5 tahun.
Keinginannya yang dalam untuk memajukan Islam, membuat Ahmad Dahlan aktif mencari ilmu diberbagai jamiah dan organisasi. Seperti di jamiah Khoir (kumpulan keturunan Arab), Budi Utomo, dan Serikat Islam.[7]
Di bumi Mekah inilah ia memperdalam ilmu-ilmu keislamannya seperti ilmu qiraat, fiqih, tasawuf, ilmu mantiq, ilmu falaq, aqidah dan tafsir. Pada periode ini KH. Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibn Taimiyah. Pada tahun 1902 ia kembali ke kampung halamannya.[8]
Sepulang dari Mekah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan memiliki enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.[9]
Disamping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. Kemudian ia juga pernah menikah dengan Nyai Aisyah Cianjur, yaitu adik Adjengan Penghulu, ia mempunyai seorang putera dari perkawinannya ini yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Terlihat bahwa KH. Ahmad Dahlan beristrikan lebih dari satu, tentu ini menimbulkan tanda tanya. Namun pada kenyataannya, pada masa KH. Ahmad Dahlan hidup, banyak para lelaki yang beristrikan lebih dari satu dan hal ini bukan merupakan suatu kejanggalan, tetapi hal yang lumrah sering terjadi. Kini konteks dan cara pikirnya berbeda, sehingga poligami dapat menjadi kontroversi di sebahagian kalangan kaum muslim. Bahkan di kecamatan Tanggulangin, kabupaten Siduarjo, Jawa Timur ada sebuah jalan yang bernama Jalan Wayoh yang berarti Jalan Poligami. Jalan ini sebelumnya bernama Jalan KH. Ahmad Dahlan yang kemudian di ubah oleh warga menjadi Jalan Wayoh.
2.2       Profesi dan Perjuangan
Sepulang belajar dari Mekah, Ahmad Dahlan menjadi staf pengajar agama di kampungnya, Kauman. Ia juga mengajar di sekolah negeri, seperti Kweek School (Sekolah Raja) di Jetis (Yogyakarta) dan Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA), sekolah pendidikan untuk pegawai pribumi di Megelang.
Profesi Ahmad Dahlan selain mengajar ia juga bertabligh dan berdagang. Ia berdakwah dari suatu tempat ke tempat lain. Ia juga seorang pedagang yang pernah berniga di Jakarta dan Surabaya, bahkan sampai ke Medan. Ia juga tetap menambah ilmu dengan mendatangi ulama. Mula-mula ia menjabat sebagai pegawai mesjid Sultan, kemudian ia mengajar di pesantrennya sendiri. Ilmu dan ketokohannya menjadikan pesantrennya dikunjungi oleh pelajar-pelajar dari berbagai tempat.[10]
Nama KH. Ahmad Dahlan cukup termahsyur sebagai tokoh pendiri Muhammadiyah, sehingga organisasi ini menjadi organisasi kemasyarakatan kedua setelah NU. Organisasi yang dipimpinnya ini kemudian lebih banyak mengembangkan sektor pendidikan modern di seluruh Indonesia.

2.3.      Pahlawan Nasional
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan islam dan pendidikan, maka pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1.      KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat
2.      Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan islam
3.      Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha social dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran islam
4.      Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita indonesi untuk mengecap pendidikan dan berfungsi social, setingkat dengan kaum pria.

2.4.      Film
Kisah kehidupan dan perjuangan KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah diangkat ke layar lebar dengan judul Sang Pencerah. Tidak hanya menceritakan tentang sejarah kisah Ahmad Dahlan, film ini juga bercerita tentang perjuangan dan semangat patriotism anak muda dalam mempresentasikan pemikiran-pemikirannya yang dianggap bertentangan dengan pemahaman agama dan budaya pada masa itu, dengan latar belakang suasana Kebangkitan Nasional.



BAB III
PEMBAHASAN

3.1.      Pemikiran Pendidikan Islam
Perkembangan pendidikan islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampi dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Lembaga pendidikan islam telah memainkan fungsi dan perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya.[11]
Sebagai kegiatan yang menekankan pada proses sebenarnya memberikan sinyal bahwa persoalan-persoalan pendidikan Islam adalah sebagai persoalan ijtihadiyah, yang banyak memberi peran kepada umat Islam untuk mencermati dan mengkritisi.[12] Masalah pendidikan adalah masalah duniawi, ajaran Islam hanya memeberikan dasar dan garis-garis pokoknya, sedangkan detailnya diserahkan kepada akal sehat,  modus bagaimana yang baik dan yang benar.[13]
Oleh karena itu KH. Ahmad Dahlan merasa perlu untuk memberikan pemikiran pendidikan Islam yang diperolehnya di Mekah sekembalinya ia ke tanah air. Ia memulainya dengan dakwah dan ajaran-ajaran Islam melalui khutbah. Bahkan ia dipercaya sebagai kahtib tetap di Masjid Agung.
Bahkan atas dorongan Budi Utomo, KH. Ahmad Dahlan berhasil mendirikan sekolah di Yogyakarta pada tahun 1911. Sekolah yang didirikannya ini menggunakan sistem modern, dengan memadukan pelajaran agama dan pelajaran umum dalam satu paket. Tempat belajarnya menggunakan kelas , tidak surau, murid pria dan perempuan tidak lagi dipisah.[14]
Bagi KH. Ahmad Dahlan, ajaran Islam tidak akan membumi dan dijadikan pandangan hidup pemeluknya, kecuali dipraktikan. Betapapun bagusnya suatu program, jika tidak diprakikan, tidak akan mencapai tujuan bersama. Karena itu, KH. Ahmad Dahlan tak terlalu banyak mengelaborasi ayat-ayat al-Qur’an, tapi ia lebih banyak mempraktikkan dalam amal yang nyata.[15]
Al-Qur’an surah 96 ayat 1 yang memberi arti pentingnya membaca, diterjemahkan dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Dengan pendidikan, buta huruf diberantas. Maka, setalah mendapat masukkan dan dukungan dari berbagai pihak, pada 18 November 1912 KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah.
Berdirinya Muhammadiyah di Minangkabau tahun 1925 membuat sekolah-sekolah agama semakin banyak jumlahnya. Bahkan, Muhammadiyah memiliki paling banyak sekolah-sekolah agama di antara organisasi-organisasi sosial keagamaan yang mempunyai sekolah agama. Muhammadiyah tercatat memiliki jumlah sekolah sebanyak 122 sekolah dengan jumlah murid sebanyak 5.835 orang.[16]

3.2.      Pemikiran Sosial Keislaman
Sosial keislaman yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan diawali dengan mengajar di Kweek School (sekolah raja) di Yogyakarta, dan Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren, sebuah sekolah untuk pegawai pribumi di Magelang. Ia juga menjadi khatib tetap di masjid Agung. Pamornya segera terlihat karena kepiawaiannya berdakwah, berwawasan luas, dan jujur.  Itu sebabnya pihak keraton Yogyakarta memberinya gelar Khatib Amin.
KH. Ahmad Dahlan terus menerus memikirkan lingkungan yang dinilainya masih perlu banyak perbaikan di sana-sini. Salah satunya dalah tentang arah kiblat di masjid-masjid Yogyakarta, termasuk pula masjid keraton. Hal itu karena masjid keraton yang menjadi barometer, maka arah kiblat di masjid ini yang pertama kali dilakukan perubahan arah kiblatnya.
Tetapi KH. Ahmad Dahlan tidak mau mengubahnya secara dadakan. Ia lebih menekankan adanya dialog untuk meyakinkan sasaran dakwahnya, atau orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Pada 1898 ia mengundang para ulama dari Yogyakarta dan sekitarnya untuk mendiskusikan masalah arah kiblat shalat. Di sini terjadi pro dan kontra, namun akhir dialog tersebut tidak membuahkan kesepakatan.
Kemudian KH. Ahmad Dahlan membawa masalah ini ke Kepala Penghulu Keraton yang waktu itu dijabat oleh KH. Muhammad Chalil Kamaludiningrat, tapi pak penghulu tidak juga memberi restu. Sementara dari hari demi hari , sesuai dengan ilmu yang diyakini kebenarannya bahwa arah kiblat salah, KH. Ahmad Dahlan semakin gelisah. Ia merasa, sebagai orang yang tahu, sudah semestinya arah kiblat dibetulkan.
Itulah yang mendorong KH. Ahmad Dahlan pada suatu malam secara diam-diam bersama beberapa para pengikutnya, meluruskan kiblat dengan memberi garis putih di shaf masjid tersebut. Tentu saja tindakan ini merupakan pelanggaran besar, ganjarannya, KH. Ahmad Dahlan diberhentikan sebagai khatib di Masjid Agung Yogyakarta.

3.3.      Paham Pembaharuan Islam di Indonesia
Timbulnya pemikiran pembaharuan Islam modern disebabkan oleh kemunduran dan kerapuhan dunia Islam karena faktor internal. Selain itu disebabkan pula karena masuknya imperalialisme Barat ke dunia Islam yang melahirkan penjajahan Barat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi maupun organisasi.
Kemunduran juga disebabkan karena para penguasa dan sebagaian besar umat Islam banyak yang meninggalkan ajaran Islam yang murni, akibat yang pasti adalah menurunnya kualitas kehidupan sehingga terjadi krisis yang melanda dunia Islam di berbagai bidang kehidupan keagamaan, sosial politik dan ilmu pengetahuan.
Sebagai contoh yaitu umat Islam yang meminta-minta kepada wali, syeikh dan kekuatan ghaib serta menyebut-nyebut nama seseorang sebagai perantara dalam berdoa adalah perbuatan yang musyrik. Merokok dan memakai pakaian mewah serta berlebihan haram hukumnya.
Karena Islam sendiri adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa dan di segala masa, maka untuk menjawab segala perkembangan zaman diperlukan suatu ijtihad dan pintu ijtihad tetap terbuka. Kemunduran umat Islam disebabkan mereka telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti ajaran-ajaran asing, hal itu karena umat Islam lemah persaudaraannya sehingga menyebabkan perpecahan dan kehancuran mereka.
Muhammad Abduh (Mesir 1849-1905M) berpendapat, sebab yang membawa kemunduran umat Islam adalah karena adanya stagnasi, kebekuan dan kejumudan dalam memahami ajaran Islam. Padahal ajaran Islam memberikan kedudukan tinggi kepada akal pikiran, karena Islam adalah agama yang selalu sesuai dengan akal (rasional), sesuai dengan pengetahuan modern dan ilmu pengetahuan modern pasti sesuai dengan Islam. Karena itu umat Islam harus mendalami dan mementingkan ilmu pengetahuan.[17]
Islam menurut Rasyid Ridha (Lybanon 1865-1935M) adalah agama yang perkasa penuh dinamika dan aktivitas. Sebagai seorang ulama yang politikus, Ridha juga berpandangan bahwa untuk mewujudkan kejayaan umat Islam, maka perlu untuk mempunyai suatu negara. Karena segala hukum dan Undang-undang tidak bisa terlaksana tanpa adanya suatu kekuasaan pemerintahan.[18]
Setelah pulang dari Mekah, KH. Ahmad Dahlan mulai menerapkan paham pembaharuan tersebut yang diawalinya dengan melakukan usaha-usaha penelusuran akidah dari segala bentuk penyimpangan dan menggiatkan amaliah ibadah masyarakat Islam di Kauman.
Dalam rangka pembaruan Islam tersebut, mula-mula usahanya yaitu:
1.      Mengubah dan membetulkan arah kiblat
Pada umumnya mesjid-mesjid di Yogya menghadap ke Timur dan orang shalat menghadap ke Barat lurus. Padahal berdasarkan ilmu falak, kiblat yang sebenarnya menuju Ka’bah dari tanah Jawa seharusnya miring kearah Utara sekitar 24 derajat dari sebelah Barat. Oleh karena itu, KH. Ahmad Dahlan mengubah bangunan pesantrennya sendiri, supaya menuju ke arah kiblat yang betul. Perubahan ini mendapat tantangan keras dari pembesar-pembesar masjid dan elite penguasa kerajaan. Ia juga mengubah arah masjid lain secara diam-diam dengan memberikan garis putih pada shaf shalat.[19]
Tindakan Ahmad Dahlan ini menurut para penghulu merupakan suatu kesalahan, akibatnya Ahmad Dahlan diberhentikan sebagai khatib masjid. Padahal sebagai seorang khatib, Ahmad Dahlan sangat disenangi oleh masyarakat terutama dalam menyampaikan ceramah agama, hingga sultan Yogya sempat memberinya gelar Khatib Amin.
2.      Menyiarkan dakwah
Aktivitasnya Ahmad Dahlan bukan saja di Pesantren, tetapi jug di tempat-tempat lain seperti mendatangi berbagai golongan. Sejak tahun 1905 Ahmad Dahlan sering melakukan dakwah dan pengajian-pengajian agama Islam yang bernuansa modernis dengan menitik beratkan pada ajaran amaliyah.
Dakwah yang disampaikan Ahmad Dahlan tidak hanya terbatas pada golongan masyarakat awam, melainkan pula pada pegawai golongan atas. Untuk itulah ia memasuki perkumpulan Boedi Oetomo yaitu Sarekat Islam.
Dalam upaya memurnikan ajaran Islam, Ahmad Dahlan berusaha keras memberantas bid’ah dan khurafat. Sikap keras Ahmad Dahlan terhadap bid’ah dipengaruhi paham reformasi Islam yang digagas kaum Wahabi yang mungkin sekali banyak diperolehnya dari gurunya Ahmad Surkati. Pemikiran pendiri Muhammadiyah ini paralel dengan perjuangan Persatuan Islam (Persis). Karena adanya kesamaan paham ideologi inilah Muhammadiyah lebih dekat kepada Persis daripada dengan NU.[20]
3.      Mendirikan sekolah
Menurut Dahlan, Islam adalah agama amal, yang mendorong umatnya untuk bekerja dan berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan orang banyak. Karena prinsipnya inilah organisasi Muhammadiyah yang dipimpinnya hingga sekarang lebih menekankan pada amal usaha. Atas dasar keyakinan itulah ia mendirikan sekolah Muhammadiyah tahun 1911 yang menempati sebuah ruangan kelas dilengkapi dengan meja dan papan tulis. Inilah sekolah modern pertama yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan.
Ia juga memasukkan mata pelajaran yang lazim dipakai di sekolah Belanda seperti ilmu bumi, ilmu hayat dan ilmu alam, serta cara-cara baru dalam pengajaran ilmu-ilmu agama sehingga lebih menarik dan lebih bisa dipahami. Dalam proses belajar mengajar, murid perempuan tidak dipisahkan dengan murid laki-laki seperti kebiasaan di surau-surau.
Ia juga memberikan pengajian kepada kaum muslimat dan membolehkan wanita keluar rumah selain untuk mengaji. Langkahnya ini di ilhami oleh gagasan dari Rasyid Ridha tentang pentingnya pemberdayaan perempuan. Maka jadilah Muhammadiyah sebagai tempat pembinaan kader pembaruan Islam Indonesia yang pada akhirnya sangat berpengaruh menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi pergerakan dan organisasi lembaga pendidikan yang besar dengan manajemen yang mapan.

3.4.            Muhammadiyah dan Perkembangannya
Nama Muhammadiyah secara etimologi, berasal dari bahasa Arab  Muhammad, yakni Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, mendapatkan ya nasabiyah berati menjeniskan. Muhammadiyah berarti umat Muhammad SAW atau pengikut Nabi Muhammad. Semua orang Islam yang mengakui dan meyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah SWT yang terakhir. Dengan demikian, siapapun yang mengaku beragama Islam maka mereka orang Muhammadiyah, tanpa harus dilihat adanya perbedaan organisasi, golongan, bangsa, geografis, etnis dan sebagainya.
Secara terminologi, Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, didirikan oleh KH Amad Dahlan 18 November 1912 di Yogyakarta, berazaskan Islam, bersumber pada Al Qur’an dan Sunah. Pemberian nama Muhammadiyah dengan maksud berpebgharapan baik (bertafa’ul), mencontoh dan menteladani jejak perjuangan Nabi Muhammad SAW. Semua ditujukan demi terwujudnya kejayaan Islam, sebagai idealitas dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realitas.[21]
Ditinjau dari faktor-faktor yang melatar belakangi lahirnya Muhammadiyah, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua : Pertama, faktor subyektif. Yaitu pendalaman Ahmad Dahlan menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isi Al Qur’an. Dahlan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan firman Allah sebagaimana tersimpul dalam surat An Nisa ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24, yakni melakukan taddabur atau memperhatikan, mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam setiap ayat.
Kedua, faktor obyektif. Faktor ini diklasifikasikan menjadi faktor internal, faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia dan faktor eksternal, faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Indonesia.
Muhammadiyah di dirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 M, sejak awal berdirinya Ahmad Dahlan menjabat sebagai ketua sampai tahun 1923. Tujuan didirikannya Muhammadiyah adalah untuk menyebarkan ajaran Nabi Muhammad kepada penduduk bumi putera dalam kepresidenan Yogyakarta serta untuk memajukan agama Islam kepada anggota-anggotanya. Tujuan ini kemudian pada tahun 1959, lebih disempurnakan, yaitu untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.[22]
Pada permulaan berdirinya Muhammadiyah mendapat halangan dan rintangan yang sangat hebat. Bahkan KH. Ahmad Dahlan dituduh telah keluar dari mazhab, meninggalkan paham ahlussunnah wal jama’ah. Bermacam-macam tuduhan dan fitnahan yang dilontarkan kepadanya, namun ia menerimanya dengan sabar dan tawakal.
Pandangannya Muhammadiyah terhadap mazhab sesuai al-Qur’an dan Hadis, yaitu; Pertama, “Apabila engkau berselisih dalam suatu masalah, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir” (QS. An-Nisaa 4:59). Kedua, “Apakah kamu tidak memikirkan al-Qur’an dan andaikata mengambil selain hukum Allah pastilah mereka mendapatkan perpecahan yang besar, maka baginya dua pahala dan bila salah berijtihad baginya satu pahala” (al-hadis).[23]
Dalam bidang politik kenegaraan; Muhammadiyah menyebut dirinya bukan organisasi politik dan tidak akan menjadi partai politik. Namun demikian Muhammadiyah berpandangan bahwa Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia di dunia, termasuk masalah politik dan kenegaraan, sehingga bidang ini juga menjadi garapannya.
Ahmad Dahlan juga memasuki Syarikat Islam (SI) yang didirikan pada akhir tahun 1911 di Solo. Motifnya aktif dalam organisasi ini adalah karena terdorong oleh semangat kebangsaan. Di SI, ia pernah menjabat sebagai pengurus Komite Tentara Kanjeng Nabi Muhammad. Keterlibatan lainnya karena terdorong oleh upaya untuk menyebarkan dakwah Islamiyah dikalangan lingkungan organisasi-organisasi tersebut sekaligus menjadikan organisasi tersebut sebagai wadah perjuangan untuk menyebarkan ide-ide pembaruan Islam.
Untuk memperkuat status hukum organisasi baru tersebut, Ahmad Dahlam meminta Rechtpersoon (Badan Hukum) kepada gubernur jenderal Belanda di Jakarta. Permintaan itu baru dikabulkan pada tanggal 22 Agustus 1914, dengan surat ketetapan No. 81 tertanggal 22 Agustus 1914. Dalam surat izin tersebut ditentukan bahwa Muhammadiyah di izinkan hanya untuk daerah Yogyakarta dan izin itu hanya berlaku selama 29 tahun.
Hasil kerja kerasnya ini terus dikembangkan oleh generasi muda Muhammadiyah sehingga ide pembruan Islam tidak jalan di tempat. Berkat upayanya yang gigih, pengaruh dan perannya di mayarakat, saat ini diperkirakan anggota Muhammadiyah di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 30 juta orang.
Ahmad Dahlan adalah tipe pejuang dan pekerja keras. Saat sakit menjelang akhir hayatnya ia tetap giat beramal untuk kemashlahatan masyarakat Islam melalui organisasi Muhammadiyah yang di pimpinnya. Ia tetap aktif di Muhammadiyah meskipun dokter melarangnya, hingga kemudian ajal menjemputnya tanggal 23 februari 1923 dalam usia sekitar 55 tahun.

3.5.            Visi dan Misi Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama beserta masyarakat Islam yang sebenarnya. Hal itu dapat terlihat dari Visi Muhammadiyah yang berbunyi;
“Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang berlandaskan l-Qur’an dan Hadis dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di segala bidang, sehingga menjadi rahmatan lil ‘alamin bagi umat, bangs dan dunia kemanusiaan menuju terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang di-ridhai Allah SWT dalam kehidupan di dunia ini.”[24]
Adapun yang menjadi Misi Muhammadiyah yaitu:
1.      Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang di bawa oleh Rasulullah SAW yang di syariatkan sejak Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad SAW.
2.      Memahami agama dengan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.
3.      Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir untuk umt manusia sebagai penjelasannya.
4.      Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.[25]



BAB IV
KESIMPULAN


Amal Muhammadiyah yang dikomandoi oleh KH. Ahmad Dahlan, tak pernah lepas dari tiga unsur, yaitu rumah yatim dan fakir miskin, rumah sakit, dan lembaga pendidikan. Dan ini terus dilakukan oleh organisasi-organisasi penerus Muhammadiyah, sampai kini.
Usaha keras yang telah dirintis ini akhirnya berbuah jua,. Muhammadiyah menjadi pelopor organisasi sosial kemasyarakatan yang berbasiskan agama, mempunyai corak pembaruan yang dinamis. Sebelas tahun setelah Muhammadiyah berdiri, tepatnya pada 23 Februari 1923, KH. Ahmad Dahlan meninggal dunia di Kauman, Yogyakarta, tempat dimana ia pernah dilahirkan pada tahun 1868.
Kehadiran KH. Ahmad Dahlan di pentas dakwah Indonesia memberi warisan tidak hanya berupa bengunan-bangunan fisik seperti panti asuhan, rumah sakit, sekolah. Dalam sejarah hidupnya kita bisa mengetahui bahwa KH. Ahmad Dahlan sangat terbuka untuk menerima masukan, bahkan kritikan.
Gagasan pembaharuan Ahmad Dahlan meliputi lima hal. Pertama, pembetulan arah kiblat, yang biasanya menghadap arah barat diubah menjadi arah barat laut sesuai dengan perhitungan ilmu falaq. Kedua, penghitungan 1 Syawal atau hari raya Idhul Fitri. Masyarakat sering menggunakan sistem ABOGE, yaitu sistem perhitungan Jawa, yang menggabungkan tiga kata, A-alif (huruf pertama Hijaiyah) , BO-Rebo (nama hari Jawa) GE-Wage (pasaran hari Jawa). Setelah itu Dahlan mengubahnya berdasarkan perhitungan ilmu hisab dan disetujui oleh Sultan. Ketiga, penolakan sagala praktek bid’ah dan khurafat. Keempat, mensintesiskan pendidikan Islam dengan pendidikan Barat yang sesuai jiwa Islam. Kelima, peka terhadap kehidupan masyarakat sebagaimana digariskan dalam surat Al Maun 1-7.[26]

Rumusan awal organisasi, tujuan dan maksud berdirinya Muhammadiyah mencakup dua hal. Pertama, menyebarkan pengajaran kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Bumi Putera di dalam residen Yogyakarta. Kedua, memajukan hal-hal agama Islam kepada Anggota-anggotanya.[27]
Muhammadiyah adalah organisasi modern yang lahir untuk merespon dan menjawab tantangan kemajuan zaman guna kemashlahatan umat Islam Indonesia. Ciri-ciri perjuangan Muhammadiyah meliputi tiga aspek penting, yaitu: Pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam. Kedua, Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah. Ketiga, muhammadiyah sebagai gerakan tajdid.



DAFTAR PUSTAKA



Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, (Bandung : Mizan, 1998)

Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh, Studi Perbandingan, (Jakarta : BulanBintang, 1993)

Azyumardi, PENDIDIKAN ISLAM Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999)

Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Al-Ma’arif; Bandung, 1980)

Herry Mohammad, dkk, TOKOH-TOKOH ISLAM yang Berpengaruh ABAD 20, (Jakarta; Gem Insani Press, 2006)

Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan ISLAM dari Metode Rasional hingga Metode Kritik, (Jakarta; Erlangga)

Mustofa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhamadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Idiologis). (Yogyakarta : LPPI, 2000)

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta; Kencana, 2008)

Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Islam yang Paling Berpengaruh di Indonesia, (Jakarta; Intimedia Ciptanusantara, 2003)

TPA dan Kemuhammadiyahan, Muhammadiyah Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha, (Yogyakarta : UMM, 1990)

Machfudz Ibawi, Modus Dialog di Perguruan Tinggi Islam, (Surabaya; Bina Ilmu, 1986)


https://tonijulianto.wordpress.com/2012/12/14/sejarah-berdirinya- muhammadiyah-di-indonesia/

www.muhammadiyah.or.id/content-44-det-tentang-muhammadiyah.html




[1] Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Al-Ma’arif; Bandung, 1980), hlm. 206
[2] Azyumardi, PENDIDIKAN ISLAM Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 10
[4] Herry Mohammad, dkk, TOKOH-TOKOH ISLAM yang Berpengaruh ABAD 20, (Jakarta; Gem Insani Press, 2006), hlm. 7-8
[5]Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh, Studi Perbandingan, (Jakarta : BulanBintang, 1993), hlm.14.
[6] Di akses dari situs web: ibid
[7] TPA dan Kemuhammadiyahan, Muhammadiyah Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha, (Yogyakarta : UMM, 1990) hlm. 68-70 dan  Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, (Bandung : Mizan, 1998),  hlm. 112-113.
[8] Herry Mohammad, dkk, ibid, hlm. 8
[9] Di akses dari situs web: ibid
[10] Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Islam yang Paling Berpengaruh di Indonesia, (Jakarta; Intimedia Ciptanusantara, 2003), hlm. 22
[11] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta; Kencana, 2008), hlm. 279
[12] Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan ISLAM dari Metode Rasional hingga Metode Kritik, (Jakarta; Erlangga), hlm. 225
[13]Machfudz Ibawi, Modus Dialog di Perguruan Tinggi Islam, (Surabaya; Bina Ilmu, 1986), hlm. 101
[14] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam…, hlm. 10
[15] Ibid, hlm. 11
[16] Azyumardi, ibid. hlm 144
[17] Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Islam yang Paling Berpengaruh di Indonesia, (Jakarta; Intimedia Ciptanusantara, 2003), hlm. 24
[18] Ibid.
[19] Ibid, hlm. 25
[20] Ibid, hlm 26
[21]Mustofa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhamadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Idiologis). (Yogyakarta : LPPI, 2000), hlm. 70-71
[22] Ibid, hlm, 27
[23] Ibid, hlm. 28
[24] Diakses dari situs: www.muhammadiyah.or.id/content-44-det-tentang-muhammadiyah.html
[25] Ibid.
[26]Weinata  Sairin, Gerakan Pembaruan Muhammadiyah, (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1995), hlm. 44-50
[27] Alwi Shihab.Membendung Arus…, hlm. 113 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

rasheidabachler mengatakan...

Casino Near Me - Mapyro
Casino Near 울산광역 출장샵 Me is a 4-minute drive from Casino at 1 통영 출장안마 Casino Ave, Boulder City, CO 89119. Get 전라남도 출장샵 Directions. Find reviews, compare customer 익산 출장안마 ratings, 군포 출장안마 & contact Casino Near Me

Posting Komentar